Awal Mula Terbentuknya Desa Munte (1900-1920)
Pada awal tahun 1900, wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Munte masih berupa kawasan terpencil yang dihuni oleh pendatang dari berbagai suku, seperti suku Atinggola, Gorontalo, Siau, dan Sanger.
Para pendatang ini membangun pondok-pondok kecil yang disebut “daseng” di tepi pantai dan sebagian di perbukitan. Lambat laun, jumlah penduduk bertambah seiring dengan semakin banyaknya migrasi dari daerah asal mereka.
Sekitar tahun 1920, wilayah ini mulai terbagi menjadi empat perkampungan, masing-masing dengan nama yang memiliki makna filosofis:
- Munte – Berarti lemon (jeruk)
- Tambuasin – Berarti telaga asin (garam)
- Ehe – Berarti alang-alang
- Bulutui – Berarti gala (bambu)
Pembentukan Wilayah Pemerintahan (1920-1937)
Dari tahun 1920 hingga 1925, jumlah penduduk di keempat perkampungan tersebut semakin bertambah.
Untuk mempermudah pengelolaan wilayah, setiap kampung ditetapkan sebagai satu jaga (wilayah administratif setingkat lingkungan) yang berada di bawah wilayah administrasi Desa Serei.
Namun, kebutuhan akan otonomi dan pengelolaan yang lebih baik mendorong masyarakat untuk membentuk pemerintahan desa sendiri. Pada tahun 1937, keempat perkampungan tersebut digabung menjadi satu desa definitif yang diberi nama Desa Munte. Nama ini diambil dari salah satu perkampungan utama yang artinya “lemon”.
Kepemimpinan Awal Desa Munte (1937-1958)
Seiring dengan pengakuan resmi sebagai desa definitif, diadakan pemilihan hukum tua (kepala desa) pertama. Bapak Ambrosius Rondonuwu terpilih sebagai hukum tua pertama dan menjabat hingga tahun 1950. Selanjutnya, jabatan tersebut dipegang oleh Ibrahim Tambulango dari tahun 1950 hingga 1955.
Pada tahun 1955, Ambrosius Rondonuwu kembali terpilih sebagai hukum tua. Namun, pada Maret 1958, ia diberhentikan dari jabatannya oleh camat saat itu, Enggelbert Habel Mailoor, dan posisinya digantikan oleh Theopilus Lahengking sebagai pejabat sementara hukum tua hingga tahun 1963.
Masa Dinamis Kepemimpinan (1963-1978)
Pemilihan hukum tua berikutnya diadakan pada September 1963, dan Ibrahim Tambulango kembali terpilih untuk kedua kalinya hingga tahun 1970. Pada Juli 1970, Ba’dilah Maradia terpilih sebagai hukum tua. Namun, ia hanya menjabat hingga April 1971 karena diberhentikan oleh camat JB Moniaga, dan posisinya digantikan oleh CH Sumual sebagai pejabat sementara hingga tahun 1973.
Pada tahun 1973, pemilihan hukum tua kembali dilaksanakan, dan Ticoalu Rondonuwu terpilih dan menjabat hingga tahun 1978. Ia kemudian terpilih kembali untuk periode kedua (1978-1983) dan periode ketiga (1983-1995).
Pada masa jabatan ini, terjadi peristiwa penting, yaitu pemekaran wilayah Desa Munte. Perkampungan Ehe dan Bulutui dipisahkan dari Desa Munte dan ditetapkan sebagai desa definitif dengan nama Desa Mobune pada tahun 1986.
Perkembangan dan Perubahan (1995-2011)
Setelah berakhirnya masa jabatan Ticoalu Rondonuwu, pemilihan hukum tua pada Oktober 1995 menetapkan Amir Angguhe sebagai hukum tua. Pada masa kepemimpinannya, terjadi pemekaran wilayah jaga dari tiga jaga menjadi lima jaga.
Amir Angguhe menjabat hingga Februari 2005, kemudian mengundurkan diri untuk mencalonkan diri kembali dalam pemilihan berikutnya. Sementara itu, jabatan hukum tua dipegang oleh pejabat sementara, Theopilus Lahengking.
Pada Juli 2005, Amir Angguhe terpilih kembali sebagai hukum tua untuk periode kedua, menjabat hingga tahun 2011. Selama periode ini, terjadi pemekaran jaga dari lima jaga menjadi enam jaga pada Februari 2008.
Kepemimpinan Modern (2011-sekarang)
Pada 13 November 2011, pemilihan hukum tua kembali dilaksanakan, dan Muhamad Syarif Macausi terpilih sebagai hukum tua. Ia dilantik pada 12 Februari 2012, dengan masa jabatan hingga 2018. Pada tahun 2014, terjadi pemekaran jaga kembali, dari enam jaga menjadi tujuh jaga.
Kesimpulan
Desa Munte bukan hanya sekadar kumpulan perkampungan kecil, tetapi juga cerminan perjuangan dan dinamika sosial yang panjang.
Dari pondok-pondok kecil yang disebut daseng, desa ini tumbuh menjadi wilayah yang mandiri dengan pemerintahan desa definitif.
Setiap pemimpin yang terpilih memainkan peran penting dalam mendorong pembangunan infrastruktur, pemekaran wilayah, dan pengelolaan administratif yang lebih baik.
Transformasi Desa Munte dari sekumpulan daseng menjadi desa modern mencerminkan semangat kebersamaan dan kegigihan warganya.
Jika Anda ingin menambahkan gaya bahasa tertentu atau menekankan aspek tertentu dari cerita ini, beri tahu saja, dan saya akan menyesuaikannya.