Willy Ghayus Alexander Lasut: Pahlawan Petani dan Pejuang Keadilan di Sulawesi Utara

Willy Ghayus Alexander Lasut, lahir pada 28 Januari 1926, adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Sulawesi Utara.

Beliau menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara selama periode singkat antara 1978 hingga 1979.

Meski hanya menjabat selama 16 bulan, jejak perjuangannya untuk kesejahteraan rakyat Sulawesi Utara, khususnya petani cengkeh, meninggalkan warisan yang tak terlupakan.

 

 

Keberanian Menantang Pemerintah Pusat

 

Willy Lasut terkenal karena kebijakan kontroversialnya yang menaikkan harga cengkeh lokal menjadi Rp17.500 per kilogram—angka yang sangat tinggi di era itu.

Langkah ini membawa dampak besar bagi kesejahteraan petani lokal, menjadikan wilayah Minahasa sebagai salah satu daerah termakmur di Indonesia.

Bahkan hanya dengan satu kali panen, banyak petani cengkeh mampu membangun rumah, membeli mobil, dan meningkatkan taraf hidup mereka.

 

Namun, kebijakan ini justru memicu kemarahan pihak-pihak tertentu di luar provinsi yang merasa dirugikan karena kehilangan “dividen” dari penjualan cengkeh.

Tidak hanya itu, Willy Lasut juga berani menggugat dugaan penyimpangan dana cengkeh yang melibatkan pejabat tinggi di Jakarta.

Keberanian inilah yang akhirnya membuatnya dipecat dari jabatan gubernur oleh pemerintah pusat.

 

 

Pemecatan yang Menggemparkan

 

Pada 20 Oktober 1979, Willy Lasut menerima Surat Keputusan (SK) pemberhentian dari jabatannya sebagai gubernur. Ia menolak surat tersebut dan bahkan tidak menghadiri upacara serah terima jabatan.

Dalam wawancara dengan Tempo, ia tegas mengatakan bahwa dirinya tidak akan menandatangani naskah serah terima jabatan.

 

Meski demikian, upacara pelantikan penggantinya, Brigjen Erman Harirustaman, tetap dilaksanakan di DPRD Sulawesi Utara tanpa kehadiran Lasut.

Menteri Dalam Negeri saat itu, Amir Machmud, menyatakan bahwa Lasut sedang sakit, meskipun alasan itu diragukan oleh banyak pihak.

 

Penyebab Pemecatan Terungkap

 

Misteri di balik pemecatan Willy Lasut akhirnya terungkap. Seperti yang dijelaskan oleh Tjipta Lesmana dalam bukunya Soekarno Sampai SBY, Lasut dipecat karena keberaniannya mengusut penyimpangan dana cengkeh yang diduga melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh di Jakarta.

 

Meski hanya sebentar menjabat, Lasut dikenang sebagai pahlawan petani cengkeh.

Kebijakan harga tinggi yang ia terapkan berhasil menggerakkan ekonomi lokal, tidak hanya bagi pemilik kebun cengkeh tetapi juga bagi ribuan buruh tani, pemetik, dan pekerja lainnya yang terlibat dalam produksi cengkeh.

 

Warisan dan Harapan Masa Depan

 

Willy Lasut wafat pada 4 April 2003 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Hingga hari ini, banyak yang mengingatnya sebagai gubernur yang berani melawan ketidakadilan demi kemakmuran rakyat.

 

Namun, ironi terjadi di era modern. Harga cengkeh yang pernah menjadi kebanggaan Sulawesi Utara kini anjlok, dan pemerintah daerah tidak mampu lagi mengatur harga demi kepentingan petani.

Kisah Willy Lasut adalah pengingat bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang berjuang tanpa pamrih untuk rakyatnya.

 

Harapan besar tetap ada agar suatu saat, Sulawesi Utara dapat memiliki pemimpin dengan semangat dan keberanian seperti Willy Lasut—pemimpin yang rela berkorban demi kesejahteraan rakyatnya.

 

*referensi tulisan Denni H.R Pinontoan dan David Lumoindong

Tinggalkan Balasan