Banyak orang mengenal Maria Walanda Maramis sebagai tokoh penting dalam gerakan emansipasi wanita di Minahasa, terutama karena perjuangannya mendirikan sekolah dan organisasi PIKAT.
Namun, ide dan pemikirannya tentang emansipasi wanita sering kali tidak mendapat sorotan sebesar tokoh emansipasi lainnya, seperti R.A. Kartini. Sementara Kartini terkenal karena surat-surat dan buku yang menyuarakan pemikirannya, Maria Walanda Maramis juga menuliskan pendapat-pendapatnya tentang hak perempuan dalam berbagai kesempatan.
Salah satunya adalah tulisan yang dipublikasikan pada tahun 1921 di Koran *Keng Hwa Po*, yang memberi pandangan tajam tentang pentingnya hak pilih bagi perempuan Minahasa.
“Kabar Penting untuk Perempuan Minahasa”adalah judul tulisan yang dimuat di surat kabar tersebut. Dalam tulisan ini, Maria Walanda Maramis menyampaikan bahwa pada bulan Desember 1918, pucuk pimpinan *PIKAT* menerima sebuah surat dari asosiasi *Vereeniging voor Vrouw Kiesrecht* (Asosiasi untuk Hak Pilih Perempuan) yang berbasis di Batavia.
Surat tersebut berisi usulan untuk memperjuangkan hak pilih bagi perempuan, serupa dengan hak yang dimiliki oleh laki-laki.
Sebagai tanggapan, *PIKAT* menyatakan dukungannya, serta mengirimkan petisi kepada pemerintah agung untuk meminta agar perempuan di Indonesia, khususnya di Minahasa, diberikan hak untuk memilih dalam pemilihan umum, seperti halnya Hukumtua atau Minahasaraad.
Maria, dalam tulisannya, dengan tegas mengajak perempuan Minahasa untuk “bangkit dari tidur panjangnya”. Ia menegaskan bahwa saatnya telah tiba bagi perempuan untuk mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki.
Ia memandang bahwa perempuan, sebagai istri dan ibu, harus memahami kewajibannya dalam rumah tangga. Namun, hal itu tidak berarti mereka harus kehilangan hak-hak dasar sebagai manusia yang setara dengan laki-laki.
“Pandanglah ke timur, dimana matahari mulai terbit,” tulisnya, sebagai simbol harapan bagi perempuan Minahasa untuk bergerak maju dan mendapatkan hak kemanusiaan yang sepantasnya.
Walanda Maramis juga menegaskan bahwa hak perempuan bukanlah sesuatu yang berlebihan, melainkan sesuatu yang wajar, seperti ragi dalam tepung atau baja di tanah yang mendukung pertumbuhannya. Ia menyampaikan bahwa hak pilih bagi perempuan adalah hak kemanusiaan yang tidak boleh disamakan dengan hak-hak khusus yang dimiliki oleh laki-laki.
Bagi Maria, hak tersebut penting untuk mengangkat derajat perempuan dan memberi mereka kesempatan yang sama dalam menentukan arah kehidupan mereka.
Tulisan ini bukan hanya sekadar seruan untuk memperoleh hak pilih, tetapi juga merupakan sebuah panggilan untuk kesetaraan gender yang lebih luas di Minahasa, sekaligus upaya untuk mendobrak tradisi yang memandang perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan dalam banyak hal.
Maria Walanda Maramis melalui karya-karyanya menunjukkan bahwa perjuangan emansipasi tidak hanya dapat dilakukan melalui pendidikan formal atau organisasi, tetapi juga melalui tulisan dan seruan yang penuh semangat untuk perubahan.
Meski di masa itu masih banyak tantangan bagi perempuan untuk mendapatkan pengakuan yang sama, pandangan dan perjuangan Maria Walanda Maramis membuka jalan bagi kemajuan perempuan di Indonesia, khususnya di Minahasa.
Dalam kata-katanya yang sederhana namun penuh makna, Maria mengajak semua perempuan untuk berdiri tegak, menuntut hak mereka, dan meraih masa depan yang lebih cerah dan setara.
Disalin oleh Romy Toar Nonutu