Latar Belakang Dan Awal Karir Militer
Frederik Bolang adalah sosok prajurit legendaris dari Minahasa yang mengukir jejak dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ia memulai karier militernya sebagai prajurit di Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) dan lulus dari Sekolah Bintara KNIL di Gombong pada tahun 1939.
Dalam satu angkatan tersebut, ia sejajar dengan tokoh besar lainnya, seperti Soeharto, yang kelak menjadi Presiden Republik Indonesia.
Sebagai bintara KNIL, Fred Bolang menunjukkan bakat dan kepemimpinan yang luar biasa.
Salah satu prestasi besarnya adalah ketika ia bergabung dengan pasukan Sekutu di bawah pimpinan Mayor Tom Harrisson dari Inggris.
Bersama pasukan Sekutu, Bolang ikut serta dalam operasi gerilya melawan pendudukan Jepang di pedalaman Kalimantan.
Karena kontribusinya, ia menerima berbagai penghargaan militer internasional, termasuk British Empire Medal dari Inggris yang diberikan langsung oleh Laksamana Mountbatten, Pacific Medal dari Jenderal MacArthur, dan Ridderlijke Orde dari Kerajaan Belanda yang diberikan oleh Letnan Jenderal Spoor, Panglima militer Belanda di Indonesia.
Awal Perlawanan terhadap Belanda
Meskipun memiliki karier cemerlang di KNIL, Fred Bolang mulai merasa gelisah dengan situasi politik pasca-Proklamasi 1945.
Ia sering menunjukkan sikap vokal terhadap kekuasaan Belanda di Minahasa, terutama setelah Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946.
Meski ia tidak terlibat langsung dalam peristiwa tersebut, militer Belanda mencurigai Fred Bolang sebagai simpatisan Republik.
Ketegangan antara kelompok pemuda pro-Republik dan pasukan Belanda di Manado semakin meningkat.
Pada 25 April 1950, tiga tokoh dari Front Laskar Pemuda (FLP), yaitu Laurens Saerang, Lexi Anes, dan Frans Wowor, mendatangi rumah Fred Bolang dan memintanya bergabung dengan perjuangan Republik.
Fred Bolang setuju dan berkomitmen memimpin operasi kudeta melawan Belanda di Manado.
Peristiwa 3 Mei 1950: Kudeta Militer di Manado
Puncak kiprah Fred Bolang terjadi pada 2-3 Mei 1950, sebuah peristiwa penting dalam sejarah Minahasa.
Pada malam 2 Mei, pasukan yang dipimpin oleh Fred Bolang dan para pemuda Front Laskar Pemuda (FLP) melancarkan operasi penyerangan ke markas KNIL di Teling, Manado.
Operasi tersebut dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama bertugas melucuti senjata pasukan KNIL di barak Teling, sementara kelompok kedua bertugas mendukung kelompok pertama dan mengamankan wilayah sekitar.
Rencana ini hampir gagal ketika Fred Bolang secara tiba-tiba dipanggil oleh seorang kapten Belanda dan dibawa ke markas besar militer.
Di sana, ia bertemu dengan Mayor Nues, komandan pasukan Belanda di Manado, yang secara kebetulan mengumpulkan semua perwira Belanda malam itu.
Namun, karena ketenangannya, Bolang berhasil meyakinkan Mayor Nues bahwa tidak ada rencana pemberontakan. Bahkan, Nues sempat menawarkan promosi pangkat kepada Fred Bolang sebagai komandan Kompi IV dalam rencana pembentukan batalyon APRIS.
Setelah dipulangkan ke barak, Fred Bolang segera mengumpulkan 78 prajurit yang sudah disiapkannya. Mereka dibagi dalam tiga peleton.
Dengan aba-aba militer, Fred Bolang memimpin pasukan keluar dari markas Teling dan menuju Titiwungen, tempat berkumpulnya para pemuda pro-Republik.
Pasukan ini kemudian bergerak menuju Tomohon, di mana mereka memperkuat posisi dan menyusun rencana lebih lanjut.
Penyerbuan Manado dan Pengambilalihan Kekuasaan
Pada pagi hari 3 Mei 1950, pasukan Fred Bolang menyerbu kota Manado. Serangan berlangsung cepat dan efektif. Pasukan dibagi menjadi tiga kelompok:
- Dua peleton mengepung markas komando Belanda di Manado.
- Satu peleton menjaga simpang strategis di Tanjung Batu, Sario, dan Jalan Sam Ratulangi.
Penyerangan ini berhasil tanpa perlawanan berarti dari pihak Belanda. Mayor Nues dan perwira lainnya menyerah tanpa syarat.
Pasukan KNIL yang tidak bergabung dengan para pejuang diperintahkan untuk meninggalkan barak dan pulang ke rumah mereka.
Pada pukul 14.00, bendera Merah Putih berkibar di berbagai titik strategis di kota Manado, menandai berakhirnya kekuasaan Belanda di wilayah tersebut.
Reaksi dan Pengakuan Pemerintah Republik
Kabar kudeta 3 Mei 1950 ini mengejutkan pihak Belanda dan bahkan TNI.
Awalnya, Kolonel Kawilarang di Makassar menerima laporan seolah-olah telah terjadi pemberontakan di Manado yang dipimpin oleh mantan prajurit KNIL.
Hal ini sempat memicu perintah pengiriman Batalyon Worang dan Batalyon Mudjain ke Manado untuk memadamkan pemberontakan.
Namun, setelah Letkol Joop Warouw tiba di Manado dan disambut dengan upacara militer yang rapih, situasi menjadi jelas.
Ternyata aksi 3 Mei 1950 bukanlah pemberontakan, melainkan bagian dari perjuangan rakyat Manado untuk beralih ke pihak Republik.
Setelah mengetahui kebenarannya, Kolonel Kawilarang justru mengakui dan menghormati tindakan para pejuang.
Pada 20 Mei 1950, Pemerintah Indonesia secara resmi membentuk Batalyon 3 Mei dari pasukan yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Pembentukan Batalyon 3 Mei
Batalyon 3 Mei diresmikan pada 20 Mei 1950 di Lapangan Tikala, Manado.
Letkol Joop Warouw atas nama pemerintah RI menganugerahkan Bintang Gerilya kepada para tokoh utama, termasuk Fred Bolang.
Susunan Batalyon 3 Mei adalah sebagai berikut:
- Komandan Batalyon: Mayor Alex Mengko
- Wakil Komandan dan Kepala Kompi Staf: Kapten Fred Bolang
- Kompi I: Kapten Alex Angkow
- Kompi II: Kapten Phillip Tumonggor
- Kompi III: Kapten Simon Pontoh
- Kompi IV: Kapten Lexi Anes
Warisan dan Penghargaan
Kisah Fred Bolang adalah simbol keberanian dan keteguhan hati.
Dari seorang prajurit KNIL yang mendapat penghargaan dari Inggris, Belanda, dan Sekutu, ia kemudian memilih membelot ke pihak Republik Indonesia.
Keputusannya bukan tanpa risiko, karena jika rencana penyerangan 3 Mei 1950 gagal, ia bisa saja dieksekusi oleh Belanda.
Keberhasilan kudeta ini menunjukkan kejelian dan kepemimpinan Fred Bolang. Ia mampu menjaga kerahasiaan rencana hingga detik-detik terakhir dan memastikan bahwa taktik militer dijalankan secara efektif.
Keteguhannya saat menghadapi Mayor Nues dan perwira Belanda lainnya menjadi bukti kecerdikan dan ketenangan seorang pemimpin di tengah tekanan.
Sebagai penghormatan, Batalyon 3 Mei tetap dikenang dalam sejarah militer Indonesia, terutama di Sulawesi Utara.
Peristiwa ini bukan hanya tentang pengambilalihan kekuasaan dari Belanda, tetapi juga simbol dari semangat para pemuda dan prajurit yang bersatu demi kedaulatan Republik Indonesia.
Fred Bolang menjadi salah satu tokoh kunci dalam momen tersebut, dan namanya diabadikan dalam ingatan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Fred Bolang bukan hanya seorang prajurit biasa.
Ia adalah seorang pemimpin yang memilih prinsip dan membela kemerdekaan Indonesia di atas kepentingan pribadi.
Dari seorang prajurit KNIL berprestasi hingga pemimpin pasukan pro-Republik, Fred Bolang mengukir namanya dalam sejarah.
Keberanian, kecerdasan taktik, dan dedikasinya kepada negara menjadi contoh bagaimana seorang pemimpin harus bertindak dalam situasi sulit.
Peristiwa 3 Mei 1950 di Manado menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pengakuan penuh kedaulatan Indonesia.