Pada tanggal 21 Maret 1950, Batalyon B (ex-Brigade XVI) secara resmi diubah menjadi TNI Batalyon “Worang” melalui Surat Perintah MBAD No. 320/SU/PH/50 yang ditandatangani oleh KSU-AD Kol. Bambang Soegeng.
Penugasan pertama Batalyon Worang, di bawah pimpinan Mayor H.V. Worang, adalah mengirimkan pasukan ke Makassar, Ibukota Indonesia Timur pada waktu itu, sebagai langkah awal dalam pembinaan keutuhan wilayah NKRI.
Batalyon Worang mencapai puncak kehebatannya pada penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan), ketika jumlah personelnya mencapai 1.100 orang, menjadikannya sebagai batalyon dengan jumlah terbanyak dalam operasi tersebut.
Batalyon ini terdiri dari beberapa kompi, termasuk Kompi Senapan yang dipimpin oleh Kapten D.J. Somba, Lettu Wim Tenges, Lettu Raf Lalu, dan Lettu Andi Oddang, serta Kompi Bantuan dan Kompi Markas.
Batalyon Worang memainkan peran penting dalam berbagai operasi militer yang diamanatkan oleh Presiden Soekarno dan MBAD, termasuk penumpasan pemberontakan Andi Aziz, pengendalian situasi di Sulawesi Utara pasca kekuasaan KNIL, serta peran sentral dalam penumpasan RMS di Ambon.
Setelah penumpasan RMS, Batalyon Worang kembali ke Manado, di mana mereka dipecah menjadi dua bagian, dengan Kompi Somba membentuk Batalyon 707.
Selama penumpasan DI/TII di Sulawesi Selatan, Batalyon Worang terus berperan aktif dalam operasi-operasi militer bersama pasukan lain, menunjukkan dedikasi dan keberanian dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
**Kredit Foto**:
Semua foto diambil oleh IPPHOS
Foto Batalyon Worang di Istana Negara diedit oleh Romy Toar Nonutu.
Foto-foto lainnya diedit oleh admin facebook laman Batalyon Worang.