Timbe’e Walukow: Upacara Pengorbanan Mammpo’ di Kolongan Atas, Minahasa

Artikel2325 Dilihat

Timbe’e Walukow merupakan sebuah upacara tradisional yang dilaksanakan oleh Walian (pemimpin spiritual) di Kolongan Atas, Minahasa, pada musim panen.

 

Upacara ini melibatkan ritual pengorbanan yang disebut Mammpo’, dan biasanya berlangsung di alun-alun kampung, di sekitar batu Tomotowa, yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

 

Menurut catatan dalam *Archives Internationales D’Etnographie*, upacara ini dimulai pada pukul 3 sore dan berlangsung hingga jelang maghrib, yaitu sekitar pukul 6 sore.

 

Selama upacara, tarian Maengket yang diiringi oleh lagu-lagu khas menjadi bagian utama.

Tarian ini melibatkan penari wanita yang berkeliling di sekitar batu Tomotowa, namun tidak hanya wanita yang terlibat—penari pria juga turut serta, mereka berada di belakang barisan penari wanita.

 

Beberapa Tonaas (pemimpin atau tokoh adat) turut ambil bagian dalam upacara ini.

 

Mereka berkumpul di tengah lingkaran, menghadap ke arah penari wanita, memberi aba-aba, mengatur langkah, dan memulai nyanyian.

 

Lagu yang dinyanyikan selama tarian ini disebut Lajang. Para penari melingkari batu Tomotowa sambil membentuk formasi dan bergerak perlahan, melangkah dua langkah ke depan, satu langkah ke belakang.

 

Kostum para penari Maengket sangat beragam, namun semuanya mengenakan pakaian yang indah dan mempesona.

Walian yang memimpin upacara ini mengenakan sarung yang bagus dan kebaya panjang dari bahan yang berharga.

 

Di pundak atau siku, Walian mengenakan dua potong kain memanjang, yang terbuat dari sutra atau katun halus, serta bulu-bulu yang menambah kemewahan pakaian tersebut.

Gerakan khas dalam tarian Maengket, seperti melambaikan tangan, juga terlihat dari Walian, yang kadang-kadang juga mengenakan lonceng tembaga di pergelangan tangannya yang mengeluarkan bunyi khas.

 

Upacara terakhir Timbe’e Walukow dilaksanakan pada tahun 1864 di Batu Tumotowa.

Ini menjadi titik akhir dari tradisi yang kaya ini, yang mencerminkan kebudayaan dan spiritualitas masyarakat Minahasa pada masa itu.

 

Sumber foto: *Archives Internationales D’Etnographie*, Leiden 1908

Reproduksi/Pewarnaan: Uwin Owen Mokodongan

Tinggalkan Balasan