Musik bambu adalah seni tradisional khas Minahasa yang berakar pada perpaduan budaya lokal dan pengaruh pendidikan Zending Protestan di abad ke-19.
Diperkirakan, musik bambu mulai berkembang sekitar tahun 1850-an melalui pengajaran suling bambu di sekolah-sekolah zending.
Instrumen ini diajarkan oleh para nyora (istri guru jemaat) sebagai bagian dari kurikulum yang bertujuan menggantikan Kolintang Gong, yang dianggap memiliki pengaruh kuat dalam tradisi lokal dan dianggap menghambat penyebaran agama Kristen.
Perkembangan Awal Musik Bambu
Pada masa awal, musik bambu berbentuk sederhana dengan susunan nada oktav.
Lagu-lagu yang dimainkan kebanyakan adalah lagu rohani. Tahun 1886, seorang penulis Inggris, Sydney John Hickson, mencatat penampilan kelompok musik bambu Minahasa dalam bukunya yang terbit tahun 1889.
Hickson menyebut kumpulan peniup suling ini sebagai band karena mereka telah menggunakan tambur besar sebagai pengiring.
Pada tahun 1917, foto dokumentasi menunjukkan kelompok musik bambu di Tondano terdiri dari:
– 11 peniup suling bambu,
– 2 pemain klarinet orkestra,
– 1 peniup trompet orkestra,
– 2 pemain biola,
– 2 peniup pontuang,
– 2 pemain harmonika,
– 1 pemain tambur besar (*kibal*),
– 1 pemain trom Eropa (*letek*), dan
– 1 pemain simbal.
Namun, alat musik seperti bas bambu, tuba bambu, dan korno bambu—yang belakangan menjadi ciri khas musik bambu—belum digunakan pada masa itu.
Hingga tahun 1924, musik bambu di Amongena Langowan masih didominasi suling bambu.
Kemunculan Instrumen Baru
Inovasi signifikan terjadi pada tahun 1923 saat kelompok musik Oranje Wioi dari Ratahan tampil dalam perayaan 25 tahun Ratu Wilhelmina bertahta.
Mereka telah menggunakan alat musik seperti bas bambu, tuba bambu, dan korno bambu yang memainkan akor. Periode 1930-an menjadi era perkembangan pesat, ditandai dengan munculnya alat musik berbahan bambu lengkap dengan corong resonansi dari seng aluminium.
Kelompok-kelompok musik bambu terkenal pada masa ini antara lain:
– Uluna dari Tondano,
– Orion dari Tomohon, dan
– Victoria dari Tanawangko.
Kejayaan Musik Bambu di Minahasa
Pada tahun 1950-an, musik bambu memasuki masa kejayaan dengan munculnya Musik Bambu Seng.
Instrumen seperti bas dan tuba mulai dibuat dari seng aluminium, memberikan suara yang lebih khas dan kuat.
Masa ini juga ditandai dengan banyaknya pertandingan dan festival musik bambu yang digelar, menjadi puncak popularitas seni ini di Minahasa.
Keterangan Foto:
– Fluit Orkest Tondano, 1917
– Fluit Orkest Langowan (Amongena), 1924
*Tulisan dan foto oleh Romy Toar Nonutu
Rangkuman ini disusun oleh Romy Toar Nonutu.