Sejarah Desa Kaneyan: Eksistensi Desa Kaneyan di Minahasa

Desa, Profil2359 Dilihat

Desa Kaneyan memiliki sejarah panjang yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan heroik masyarakatnya, terutama dalam Peristiwa Kaneyan—sebuah tragedi di masa pendudukan Jepang pada tahun 1942.

 

Pada masa itu, tentara Jepang membakar kampung ini dan membantai sebagian penduduknya, meninggalkan jejak kelam dalam perjalanan sejarah desa. Namun, kisah detail peristiwa tersebut akan diulas dalam kesempatan lain.

 

Awal Mula Berdirinya Desa Kaneyan

Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-19 (1601-1875), masyarakat Tounkimbut (Tountemboan) mulai berpindah dari wilayah asal mereka, seperti Tumaratas, Tompaso, Kaywasian/Tombasian, Rumoong-Lansot, dan Langowan.

 

Sebagian besar mendirikan pemukiman baru, termasuk wilayah Minahasa Selatan.

Perpindahan ini melahirkan berbagai kampung baru seperti Kawangkoan Bawah, Pondang (Amurang), Maliku, Ritey, dan Kaneyan.

 

Di masa lalu, wilayah Kaneyan merupakan hutan belantara yang subur, dengan berbagai tanaman, binatang hutan, serta sungai besar yang bermuara ke pantai Tumpaan.

 

Wilayah ini menjadi daya tarik bagi para pemburu dari Tondano dan Sonder, yang menjadikan hutan Kaneyan sebagai tempat berburu rusa dan babi hutan.

 

Para pemburu ini membangun bivak atau terung (pondok sederhana dari daun enau, woka, dan lacis) untuk beristirahat dan mengolah hasil buruan.

Selain daging binatang, mereka mengonsumsi hasil alam seperti umbi-umbian (kapu, bete) dan sagu.

 

Sungai Sosongian atau Ranowangko juga melimpah dengan hewan air seperti sogili (belut hitam), udang, kepiting, kura-kura kecil, dan ikan gete-gete.

 

Kekayaan hasil alam dan sungai membuat para pemburu memutuskan untuk membawa keluarga mereka, menetap, dan akhirnya beranak-pinak di wilayah ini. Pemukiman awal tersebut dinamakan Pataneyan, yang berasal dari bahasa Tountemboan, berarti Teringat Selalu.

 

Nama ini kemudian berubah menjadi Kaneyan, dengan pemimpin pertama disebut Tonaas—gelar untuk orang yang dituakan dan ahli dalam berburu serta memimpin.

 

Jejak Waruga dan Pemimpin Awal

 

Bukti sejarah berupa waruga (kubur batu khas Minahasa) menunjukkan bahwa Kaneyan merupakan Wanua Wawointana atau “Kampung Tua.” Pada tahun 1636, desa ini dipimpin oleh Tonaas Mogot (1636–1676), diikuti oleh Tonaas Kuntel (1676–1716), Tonaas Rumbai, dan Tonaas Elisa Pongantung (1756–1776).

 

Pada masa pemerintahan Belanda, sistem kepemimpinan desa berubah, dan gelar Tonaas digantikan dengan Hukum Tua.

Desa Kaneyan menjadi bagian dari Pakasaan Tombasian di Walak Tareran, yang pada masa Permesta dikenal sebagai kantong perjuangan di Wilayah Komando (WK) III SWK Manembo.

 

Pemerintahan Desa Kaneyan

Berikut adalah daftar pemimpin Desa Kaneyan dari masa ke masa:

 

1. Hukum Tua Rorimpandey (1776–1783)

2. Hukum Tua Mongkau (1783–1788)

3. Hukum Tua Paulus Rumengan (1788–1799)

4. Tiga pemimpin bermarga Rantung: Corneles, Ishak, dan Jacob Rantung (1799–1886)

5. Daniel Marentek (1886–1889)

6. Jusuf Pratasis (1889–1900)

7. Korinus Ropa (1900–1911)

8. Arnold Winerungan (1911–1922)

9. Hendrik Rantung (1922–1933)

10. Joel Pratasis (1933–1942)

 

Peristiwa tragis terjadi pada masa pemerintahan Hukum Tua Joel Pratasis, yang dibunuh bersama beberapa warga oleh tentara Jepang akibat keterlibatannya dalam Perang Kaneyan.

 

Setelah itu, kepemimpinan desa berlanjut:

 

– Narsisus Ropa (1942–1948)

– Ulrich Winerungan (1948–1950)

– Justus Rosang (1950–1953)

– Johanis Umboh (1953–1954, 1957–1960)

– Josis Ratag (1954–1957)

– Zakheus Winerungan (Pejabat Sementara, 1960–1962)

– Ruben Pongkorung (1962–1963)

– Hein Ratag (1963–1970)

– Johan A. Penu (1970–1982)

– Hendrik W. Pratasis (1982–1984)

– Notji A. Pongkorung dan Hendrik Ratag (Pejabat Sementara)

– Robert Pongkorung (1984–2004)

– Fredy Dungus (Pjs, 2004)

– Djekry Karamoy (2004–2010)

– Selvie Aneke Rumengan (2011–sekarang), menjadi Hukum Tua Wanita pertama yang memimpin Desa Kaneyan.

 

Desa Kaneyan bukan hanya saksi bisu sejarah panjang Minahasa, tetapi juga simbol keberanian dan keteguhan masyarakatnya.

 

Kekayaan alam, tradisi, serta perjuangan para pemimpin dari masa ke masa membentuk identitas Desa Kaneyan yang terus lestari hingga kini.

 

*Disadur dari buku “Sejarah Desa-desa di Wilayah Tareran” oleh Drs. Valry S.H. Prang, 2019*

Tinggalkan Balasan