Latar Belakang dan Awal Kehidupan
Ventje Sumual, yang memiliki nama lengkap Herman Nicolas Ventje Sumual, lahir di Remboken, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada 11 Juni 1923.
Ia merupakan seorang perwira menengah TNI yang terkenal karena peranannya dalam gerakan separatis Permesta.
Ayahnya adalah seorang serdadu Belanda (KNIL) berpangkat sersan, yang memberikan pengaruh awal dalam perjalanan hidup dan karier militer Sumual.
Karier Militer dan Pembentukan Gerakan Permesta
Ventje Sumual memulai karier militernya di TNI dan meraih pangkat Letnan Kolonel. Pada 2 Maret 1957, Ventje Sumual mengumumkan staat van oorlog en beleg (SOB), yaitu deklarasi keadaan darurat perang di Indonesia Timur.
Dalam pernyataannya, ia juga memproklamirkan berdirinya Piagam Perjuangan Semesta (Permesta) di Makassar, Sulawesi Selatan.
Gerakan Permesta yang dipimpin oleh Ventje Sumual bukanlah sekadar pemberontakan, melainkan sebuah upaya untuk memperjuangkan otonomi yang lebih besar bagi wilayah Indonesia Timur.
Melalui Permesta, Sumual dan para tokoh lainnya menuntut pengakuan atas hak-hak daerah yang tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat di Jakarta.
Pemberontakan ini dianggap sah berdasarkan hukum yang ada pada waktu itu, yakni perangkat hukum warisan Belanda yang memberikan wewenang bagi panglima teritorial untuk menyatakan keadaan darurat perang.
Pada awalnya, pusat gerakan Permesta berada di Makassar, namun pada tahun 1958, pusat gerakan ini dipindahkan ke Manado seiring dengan surutnya dukungan dari masyarakat Makassar terhadap gerakan tersebut.
Para tokoh Permesta yang terdiri dari Letkol Ventje Sumual, Mayor Eddy Gagola, Mayor Dolf Runturambi, dan Mayor D.J. Somba, serta beberapa tokoh lainnya, dipecat secara tidak hormat oleh pemerintah pusat.
Dukungan dan Bantuan dari Luar Negeri
Selama gerakan Permesta berlangsung, Ventje Sumual dan pasukannya mendapat dukungan dari sejumlah negara asing, khususnya Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Filipina, dan Jepang.
Amerika Serikat mengirimkan penasihat militer dan menyediakan bantuan berupa amunisi, senjata, serta pesawat-pesawat tempur untuk memperkuat Angkatan Perang Revolusioner (AUREV), angkatan udara dari gerakan Permesta.
Beberapa pesawat yang didatangkan oleh Amerika Serikat untuk membantu perjuangan Permesta termasuk pesawat pengangkut DC-3 Dakota, pesawat pemburu P-51 Mustang, serta pesawat pembom B-26 Invader.
Meskipun demikian, gerakan Permesta tidak dapat bertahan lama dan pada akhirnya mengalami kekalahan akibat serangan militer dari pemerintah Indonesia yang dibantu oleh tentara-tentara sekutu.
Penangkapan dan Hukuman
Setelah mengalami kekalahan, Ventje Sumual akhirnya menyerahkan diri dan ditangkap oleh pemerintah Indonesia.
Ia dijebloskan ke Rumah Tahanan Militer Cipayung, dan kemudian dipindahkan ke Rumah Tahanan Militer Setiabudi, Jakarta, pada tahun 1963.
Selama masa penahanannya, Sumual menjalani hukuman hingga 1966.
Pada masa Orde Baru, tepatnya pada tanggal 26 Juli 1966, seorang jaksa bernama Adnan Buyung Nasution datang ke rumah tahanan untuk membacakan surat pembebasan bagi Ventje Sumual dan para tahanan Permesta lainnya.
Pembebasan ini merupakan bagian dari langkah rekonsiliasi pemerintah Orde Baru yang ingin memperbaiki hubungan dengan mantan pemberontak.
Kehidupan Pasca Pembebasan
Setelah dibebaskan, Ventje Sumual melanjutkan hidupnya sebagai seorang pengusaha dan menjadi salah satu mitra dari rezim Orde Baru.
Meski demikian, ia tetap dikenang sebagai salah satu tokoh yang pernah berperan dalam perlawanan terhadap pemerintah Indonesia, khususnya dalam peristiwa Permesta.
Ventje Sumual meninggal dunia pada 28 Maret 2010 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, setelah berjuang melawan kanker.
Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta.
Warisan Sejarah
Sebagai seorang perwira TNI yang terlibat dalam gerakan Permesta, Ventje Sumual menjadi salah satu tokoh yang berkontribusi pada sejarah Indonesia, meskipun sering kali dipandang kontroversial.
Gerakan Permesta yang ia pimpin menunjukkan adanya ketegangan antara pemerintah pusat dan daerah-daerah di Indonesia pada masa awal kemerdekaan.
Sejarah perjuangannya mencatatkan Ventje Sumual sebagai seorang yang berani memperjuangkan apa yang diyakininya, meskipun harus menghadapi konsekuensi berat dalam bentuk penangkapan dan pengasingan.
Dengan demikian, Ventje Sumual tidak hanya dikenal sebagai perwira TNI, tetapi juga sebagai tokoh yang berperan dalam sejarah perjuangan Indonesia yang lebih luas, khususnya dalam konteks hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem pemerintahan Indonesia.