Pada tahun 1923, Ibu Maria Walanda Maramis menuliskan kisah perjalanan dan pengalamannya saat berkunjung ke Kotamobagu, sebuah daerah yang terletak di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.
Dalam tulisannya yang berjudul Kabar dari Kotamobagu, Ibu Walanda Maramis menceritakan kehidupan di daerah tersebut, mengungkapkan keindahan alam, budaya, serta nuansa sosial yang begitu khas pada masa itu.
Menurut informasi yang diterima dari seorang pria asal Mongondouw, nama Kotamobagu berasal dari kata “Kota mau bangun”, yang berarti sebuah tempat yang dipilih untuk pembangunan negeri besar yang akan menjadi pusat pemerintahan di masa depan.
Hal ini memberikan gambaran tentang potensi besar yang dimiliki Kotamobagu pada waktu itu.
Ibu Walanda Maramis menggambarkan Kotamobagu sebagai daerah yang sangat subur, dengan saluran air yang mengalir di mana-mana.
Tanahnya datar dan segar, dengan udara yang sejuk, mirip dengan suasana di Tomohon. Ia menyebutkan jalan-jalan yang tertata rapi, serta berbagai bangunan penting seperti rumah tinggal para pejabat, pasar, dan sekolah-sekolah Belanda yang terlihat megah.
Salah satu tempat yang menarik perhatian Ibu Walanda adalah rumah tuan Raja Datu Cornelis Manoppo yang terletak di atas sebuah bukit kecil. Dari sana, air mengalir dan mengelilingi rumah yang dikelilingi taman dan pohon-pohon buah. Rumah ini, bersama dengan rumah pejabat lainnya, dihiasi dengan perabotan mahal dan indah.
Selain itu, Ibu Walanda juga mencatat bagaimana kehidupan sosial di Kotamobagu berjalan.
Ia mengenal beberapa pejabat dan keluarga-keluarga Minahasa serta bangsawan Mongondow.
Dalam salah satu acara pernikahan yang ia hadiri, Ibu Walanda terkesan dengan kemeriahan dan keindahan pesta yang berlangsung.
Perayaan tersebut diwarnai dengan perarakan yang dipenuhi bunyi petasan, bunga, dan kembang, serta pakaian adat yang memukau.
Tuan pengantin pria diusung dengan sebuah pikulan yang dihiasi dengan bunga, diiringi oleh anak-anak sekolah yang menyanyikan lagu-lagu tradisional. Di depan rumah pengantin wanita, sebuah panggung dihias dengan bunga-bunga dan kain tenunan yang indah.
Ibu Walanda juga menyebutkan kesan mendalam tentang barang-barang tua yang dipajang, yang membuatnya merasa takjub. Saat berada dalam pesta, ia dihidangkan kopi dengan cara yang sopan dan penuh hormat, yang membuatnya merasa canggung namun terkesan dengan keramahan masyarakat setempat.
Secara keseluruhan, Ibu Walanda Maramis menggambarkan Kotamobagu sebagai daerah yang subur, penuh potensi, dan memiliki kehidupan sosial yang kaya.
Meskipun wilayah tersebut masih memiliki penduduk yang sedikit, ia percaya bahwa kemajuan daerah tersebut akan bergantung pada pemimpin-pemimpin yang bijak dan visioner.
Tulisan ini merupakan gambaran menarik tentang kehidupan di Kotamobagu pada awal abad ke-20, mencerminkan perkembangan daerah tersebut serta interaksi sosial yang dinamis antara masyarakat Minahasa, Mongondow, dan pejabat Belanda pada masa itu.
Disalin oleh Rommy Toar Nonutu