Elias Daniel Mogot, Direktur Pertama Akademi Militer di Usia 18 Tahun

Daan Mogot memiliki nama asli Elias Daniel Mogot. Dia lahir di Manado, Sulawesi Utara pada 28 Desember 1928.

Daan Mogot merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang.

Dikutip dari jurnal Mayor Daan Mogot (1928-1946) Peran dan Perjuangannya, Daan Mogot bisa bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School), sekolah untuk anak-anak Belanda atau Eropa karena ayahnya Hakim Besar Ratahan.

Selepas lulus dari ELS, dia melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) sekolah setingkat SMP.

Saat usianya 14 tahun, Daan Mogot terpilih masuk Seinen Dojo, pelatihan militer pada masa pendudukan Jepang. Itulah awal mula Daan Mogot terjun ke dunia militer.

Karena dinilai cerdas, Daan Mogot lalu terpilih menjadi anggota PETA (Pembela Tanah Air) adalah satuan militer yang dibentuk Jepang di Indonesia pada masa pendudukan Jepang.

Daan Mogot adalah anggota PETA angkatan I tahun 1943 saat usianya baru 14 tahun, walaupun sebenarnya ia tak memenuhi syarat karena usianya belum genap 18 tahun.

Saat itu, kebanyakan orang-orang PETA adalah orang-orang Jawa, sehingga orang Manado seperti Daan Mogot termasuk langka.

Setelah pelatihan PETA di Bogor, Daan Mogot diangkat sebagai Shodancho, jabatan setingkat komandan peleton dan ditempatkan di Bali.

Selain itu, karena prestasinya ia diangkat sebagai instruktur pelatih PETA di Bali bersama Zulkifili Lubis, Kemal Idris, dan sejumlah perwira PETA lainnya.

Elias Daniel Mogot atau Daan Mogot merupakan Pendiri Akademi Militer Tangerang sekaligus direktur pertama dan termuda di usia 18 tahun.

Masuk BKR, jadi mayor di usia 16 tahun

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, Pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945 dan teraelisasi pada 30 Agustus 1945.

Semua anggota PETA, Heiho, dan KNIL diminta bergabung ke dalam BKR, termasuk Daan Mogot.

Saat bergabung dengan BKR, Daan Mogot mendapat pangkat mayor saat usianya baru 16 tahun. Satu setengah tahun kemudian BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat pada 5 September 1945.

Tewas saat Pertempuran Lengkong Daan Mogot tewas saat terjadi pertempuran di Desa Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Tangerang. Lokasi inilah sekarang dikenal dengan Bumi Serpong Damai (BSD).

Pertempuran Lengkong terjadi pada Jumat tanggal 25 Januari 1946.  Pertempuran tersebut berawal dari misi melucuti senjata tentara Jepang. Misi tersebut dipimpin Mayor Daan Mogot, taruna Militer Akademi Tangerang atau Militaire Academie Tangerang (MAT)

Dikutip dari arsip Harian Kompas 26 Januari 1996, misi melucuti senjata Jepang dilakukan Mayor Daan Mogot dan pasukannya karena tak ingin didahului oleh serdadu NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Sebelumnya mereka mendengar, NICA mulai menguasai Parung, Bogor pada 24 Januari 1946 dan bergerak ke utara untuk menduduki Lengkong. Sekitar pukul 16.00 WIB, pasukan tiba di markas Jepang yang berada di tengah kebun karet. Rombongan kemudian memasuki kompleks militer tanpa kesulitan. Kehadiran empat serdadu India meyakinkan Jepang bahwa rombongan ini gabungan TKR dengan Sekutu.

Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan Taruna Alex Sajoeti bersama beberapa tentara memasuki kantor Kapten Abe. Di dalam markas, Daan Mogot menjelaskan maksud kedatangannya. Sementara itu di luar, para taruna di bawah pimpinan Soebianto dan Soetopo tanpa menunggu hasil perundingan langsung melucuti tentara Jepang. Tanpa kesulitan berarti, senjata-senjata Jepang berhasil dikumpulkan dan ditumpuk di sebuah lapangan. Truk-truk pengangkut senjata sedang memasuki kompleks, namun tiba-tiba terdengar letusan senjata. Letusan itu berasal dari salah seorang serdadu India yang mengutak-atik salah satu senjata dalam tumpukan tersebut dan tiba-tiba meletus.

Daan Mogot dan 2 paman Prabowo gugur Pihak Jepang yang mendengar letusan tersebut mengira bahwa mereka dijebak dan langsung mengeluarkan tembakan ke arah taruna MAT.  Daan Mogot lalu berlari ke luar dan meminta kedua pihak menghentikan pertempuran, namun peringatan itu tak didengarkan kedua pihak.

Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu Mayor Daan Mogot dan 37 taruna gugur, termasuk dua paman Prabowo Subianto yakni Subianto Djojohadikusumo (21 tahun) dan Sujono Djojohadikusumo (16).  Mayor Daan Mogot gugur pada 25 Januari 1946. Semua korban yang meninggal dalam peristiwa Lengkong dikebumikan kembali pada tanggal 29 Januari 1946 di kompleks markas Resimen IV Tangerang, sekarang Taman Makam Pahlawan Taruna di Jalan Daan Mogot.

sumber: kompas.com

Tinggalkan Balasan